Religi

Meningkatkan Husnuzon dan Menjauhi Su’uzon

Sumber Foto: Istimewa

JAKARTA – Prasangka buruk (su’uzon) adalah penyakit hati yang tidak bisa dianggap enteng. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat merusak keimanan seseorang, dan mereka yang terjangkit sifat ini biasanya jauh dari sifat takwa.

Sehingga ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai hal ini ditutup dengan perintah untuk bertakwa dan bertaubat. Allah SWT berfirman:

يا ايّها الذين أمنوااجْتَنِبُوا كَثيرًا من الظَّنِّ* إن بعضَ الظنِّ إثْمٌ ولا تجَسَّسُوا ولا يَغْتَبْ بعضُكم بعضًا* أيُحِبُّ احدُكم أن يأكُلَ لحْمَ أخِيه مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوه* واتّقوااللهَ إنّ اللهَ توّابٌ رحيم

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu sekalian yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Prasangka yang banyak mengandung dosa dan dilarang dalam ayat di atas adalah prasangka buruk. Prasangka buruk memang bukan sebuah tindakan dan aksi nyata, tetapi ia adalah penyakit hati yang bisa menggerakkan manusia berbuat sesuatu yang tercela.

Oleh karena itu, meskipun su’uzon merupakan prasangka di dalam hati, ia tetap dilarang karena banyak mengandung dosa. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyebut prasangka (buruk) sebagai “ucapan” yang paling dusta. Beliau bersabda:

اِيّاكُم والظنَّ فاِن الظنَّ اَكْذَبُ الحَدِيث

“Jauhilah prasangka buruk, karena  prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta.” (HR. Al-Bukhari)

Hadis di atas mengajarkan pentingnya merenungkan dan memahami dampak dari penyakit hati berupa prasangka buruk. Prasangka buruk, meski hanya berupa pikiran yang belum diungkapkan, dianggap sebagai salah satu bentuk maksiat yang sering kali diabaikan. Rasulullah SAW bahkan menyamakan prasangka buruk dengan ucapan yang paling dusta.

Pernyataan Rasulullah SAW tersebut memberikan gambaran mendalam tentang betapa buruknya sifat ini. Dengan tegas, Nabi Muhammad menegaskan bahwa prasangka buruk adalah perbuatan yang keji dan tidak layak dimiliki oleh seorang mukmin.

Prasangka buruk bukanlah sifat yang mencerminkan keimanan. Seorang mukmin justru dianjurkan untuk selalu mengedepankan prasangka baik terhadap siapa pun, termasuk kepada Allah. Imam Syafi’i bahkan berpesan kepada umat Islam bahwa siapa saja yang ingin wafat dalam keadaan husnul khatimah, hendaknya selalu menjaga prasangka baik terhadap sesama manusia.

Berbaik sangka ini bukan hanya diperintahkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah SWT. Artinya kita diperintahkan untuk berprasangka baik bahwa Allah akan memperlakukan kita dengan baik, akan memberikan kita kebahagiaan, akan menyelamatkan kita di akhirat. Dan jika kita berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan memperlakukan kita sebagaimana prasangka baik kita itu. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah ta’ala berfirman:

انَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاء

“Aku ‘mengikuti’ prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka silakan berprasangka apa saja terhadap-Ku.” (HR. Ahmad)

Kalau Allah memperlakukan manusia sesuai dengan prasangka manusia itu sendiri terhadap Allah akan lebih bagus jika manusia berprasangka yang baik-baik saja. Akal yang sehat dan jiwa yang lurus tentu akan memilih untuk berprasangka baik kepada Allah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button